Sejarah Puputan Margarana, Perang Lawan Belanda hingga Tetes Darah Penghabisan I Gusti Ngurah Rai
Pada 20 November 1946 lalu, di Bali terjadi salah satu pertempuran besar antara Indonesia dengan Belanda yang disebut dengan peristiwa Perang Puputan Margarana yang dipimpin oleh Kolonel I Gusti Ngurah Rai.
Saat itu, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bertempur habis-habisan untuk mengusir Belanda yang datang kembali setelah kekalahan Jepang. Tujuannya untuk menguasai kembali wilayah yang dirampas oleh Jepang pada Perang Dunia II.
Puputan merupakan tradisi perang masyarakat Bali. Kata puput, dalam KBBI yang berarti terlepas dan tanggal, yang dimaksud adalah perang hingga nyawa lepas atau tanggal dari tubuh, sampai titik darah penghabisan. Sedangkan Margarana diambil dari tempat perang itu terjadi yaitu daerah Margarana, Tababan, Bali.
Ketidak puasan Belanda atas Perjanjian Linggarjati pada 10 November 1945 itu, menjadi sebab perang ini terjadi. Dalam perjanjian tersebut wilayah Bali tidak masuk dalam teritorial Indonesia.
Secara de facto, Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa dan Madura sebagai wilayah Indonesia. Belanda pun ingin menjadikan Bali sebagai wilayah Indonesia Timur dan menancapkan kekuatan di Bali untuk menguasainya.
Ngurah Rai pun disodorkan berbagai macam tawaran oleh Belanda, namun kecintaannya pada Indonesia membuatnya bertahan. Puput Margarana bermula ketika Ngurah Rai memerintahkan pasukan Ciung Wanara untuk persenjataan polisi Nica yang menduduki Kota Tabanan.
Aksi tersebut berjalan mulus, puluhan senjata berhasil dirampas oleh pasukan Ciung Wanara. Tindakan tersebut memicu kemarahan Belanda, yang kemudian menyusun strategi untuk melakukan penyerangan.
Ketika pasukan Ciung Wanara sedang melakukan longmarch ke Gunung Agung, perjalanan mereka terhenti ketika rentetan senjata beruntun menyerang. I Gusti Ngurah Rai kala itu sudah gerah dengan ulah Belanda, aksi saling tembak tak terelakkan.
Tak jelas strategi perang yang digunakan oleh I Gusti Ngurah Rai, tetapi semangat juangnya tak habis begitu saja, seketika perkebunan palawija menjadi genosida manusia. Belanda menurunkan semua pasukan yang ada di Bali, untuk datang ke Kota Marga. Perang sengit ini berakhir dengan gugurnya I Gusti Ngurah Raid dan semua pasukannya.
Dalam perang tersebut sebanyak 96 pahlawan gugur, dan dari pihak Belanda sejumlah 400 orang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut di Desa Marga dibangun sebuah Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Serta menjadikan tanggal 20 November 1946 sebagai hari Perang Puputan Margarana, sebagai perang hebat di Pulau Bali.